Bekasi, Media Hukum - Minimnya rasa sensitivitas dan keberpihakan kepada kaum lemah, membuat baik Pj. Wali Kota Bekasi, Sekretaris Daerah, Kepala BKD, Inspektorat dan Kepala Dinas Pendidikan diam. Bagi mereka, siswa pra sejahtera (miskin—red) tidak diikutkan dalam acara pelepasan siswa di SMPN 41 Kota Bekasi adalah hal sepele dan tidak perlu ada yang bertanggung jawab.
Demikian juga Kepala SMPN 41 Bekasi, saat dipertanyakan 4 poin oleh redaksi, hanya menjawab, “Kami tidak mendapatkan apa2 bang. Yg penting anak senang keg berjln lancar.”
Adapun 4 poin yang dipertanyakan adalah sebagai berikut:
1. Apakah guru dan kepsek bayar utk ikut dalam acara itu?
2. Apakah dibenarkan, meninggalkan siswa ikut acara sekolah karena ketidakmampuan ekonomi?
3. Apakah ibu memberitahukan ke Kepala Dinas Pendidikan, bahwa SMPN 41 Kota Bekasi tidak memperbolehkan siswa yang tidak mampu membayar pelepasan utk ikut?
4. Berapa honor guru dan kepala sekolah untuk kegiatan itu?
4 (empat) pertanyaan di atas sama sekali tidak dijawab oleh sang kepala sekolah. Bahkan terkesan mendiamkan, seakan tidak memiliki empati sama sekali.
Demikian juga Dinas Pendidikan Kota Bekasi, baik Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang dan Kepala Seksi mengambil sikap DIAM.
Anehnya, beberapa kepala sekolah yang membaca berita SMPN 41 tentang adanya siswa prasejahtera yang tidak diikutkan dalam acara pelepasan, mengungkapkan keprihatinannya. Mereka kaget dan merasa aneh, bila masih ada kejadian seperti ini. Bahkan salah satu kepala sekolah tingkat SMP, mengatakan bahwa kepala SMPN 41 Kota Bekasi terlalu berani meninggalkan siswanya tidak ikut acara karena alasan biaya, dan menyatakan itu sebagai kegiatan pelepasan juga sebuah tindakan keliru.
“Itu spanduknya juga nggak boleh ditulis Pelepasan, bang. Karena siswa kelas IX belum lulus. Kelulusan baru akan diumumkan tanggal 10 Juni. Koq belum lulus sudah dilepas. Dan ada opsi diberikan untuk bersihin rumah guru, itu juga sudah keterlaluan,” ungkap kepala sekolah itu.
Sedangkan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik), Uu Saeful Mikdar, terkesan membela sang kepala sekolah. Kadisdik mengatakan, “Saya kira sekolah sudah jalankan sesuai prosedur.”
Apakah siswa prasejahtera karena tidak mampu bayar kemudian tidak ikut sudah sesuai prosedur?
Apakah guru dan kepala sekolah yang ikut acara itu membayar dengan besaran nominal yang sama dengan yang dikenakan ke siswa?
Apakah guru dan kepala sekolah tidak mendapatkan keuntungan secara finansial atas kegiatan itu?
Apakah Kadisdik membenarkan hal tersebut?
Salah satu kepala sekolah dengan jujur mengaku kepada Media Hukum, bahwa kalau guru disuruh bayar untuk ikut acara itu, pastilah tidak bakal mau ikut.
Jadi, ketika guru dan kepala sekolah mendapatkan keuntungan atas siswanya sendiri, hal baik apalagi yang bisa kita harapkan dari para pendidik di kota Bekasi ini?
(GP/Media Hukum, Gins)