Di Banyak Kegiatan E-Purchasing APIP Kota Bekasi Terpaksa (Dipaksa) BUNGKAM

, 5/16/2024 WIB Last Updated 2024-05-30T16:41:38Z



Bekasi, IP - Makin ke sini, sepertinya sektor pengadaan barang/jasa pemerintah makin mendekati titik suram. Terlebih dengan pendekatan e-purchasing di hampir semua pengadaan.


Beberapa waktu lalu, E-purchasing hanya menyentuh level pengadaan barang jasa. Misalnya, pembelian meja/kursi (meubelair), pembelian ATK (alat tulis kantor), dan pembelian obat-obatan dan alkes(Alat Kesehatan). Kini, metode e-purchasing sudah dipakai dalam sektor konstruksi.


Setiap metode yang digunakan memang ada kelebihan dan kekurangannya. Demikian juga dengan metode e-purchasing. Di dalam metode ini, pengadaan barang/jasa pemerintah menjadi lebih sederhana, hemat waktu dan tentunya akan lebih efektif, efisien dan bermuara pada efisiensi anggaran negara.


Tapi, ada beberapa hal yang ternyata kemudian menyeruak ke permukaan. Metode E-Purchasing, menjadi metode pelindung akan suatu bentuk KKN yang lebih masif, karena bersifat tertutup dan penuh dengan transaksional.


PPK maupun pejabat pengadaan lain, kini lebih memilih metode E-Purchasing karena tersembunyi dan lolos dari perhatian publik, sehingga beberapa hal yang menjadi rambu-rambu dalam E-Purchasing pun mereka langgar, karena kurang dan lemahnya pengawasan, baik internal maupun eksternal.


Seperti salah satu paket pekerjaan di DBMSDA Kota Bekasi pada tahun anggaran 2023 lalu. Yaitu kegiatan Lanjutan Pelebaran Jalan Pangkalan 2 Sumur Batu.


Dari informasi awal yang kami miliki, pekerjaan lanjutan Pelebaran Jalan Pangkalan 2 Tahun Anggaran 2023, dianggarkan sebesar Rp. 11.550.000.000,00 (sebelas miliar lima ratus lima puluh ribu rupiah). Dimana pekerjaan ini dilaksanakan menggunakan anggaran perubahan (APBDP 2023) yang bersumber dari SILPA BKK DKI Jakarta TA. 2022, dan pekerjaan dimulai pada triwulan terakhir tahun 2023. Pemilihan penyedia menggunakan metode E-purchasing, sehingga tertutup dan tidak ada informasi lain yang bisa diakses oleh pihak eksternal.


Kegiatan ini semakin terlihat aman, ketika ternyata baik Pejabat Pengadaan, sampai Inspektorat sebagai Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) seakan tidak memahami metode E-purchasing, atau mungkin mereka terpaksa bungkam dengan kegiatan yang terkesan dipaksakan tersebut.


Kejanggalan 1: Kegiatan Konstruksi berupa peningkatan jalan ditambah pemasangan U-ditch dengan anggaran Rp. 11 miliar lebih di akhir tahun anggaran;


Kejanggalan 2: Pemilihan Penyedia menggunakan Metode E-Purchasing


Kejanggalan 3: Metode E-Purchasing dengan menggunakan E-Katalog Lokal Kota Bekasi;


Kejanggalan 4: Penyedia yang dipilih dan ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan ini adalah perusahaan yang berdomisili di DKI Jakarta, CV. Rainy’s Crown Abadi, yang beralamat di Jln. Kebun Bawang VIII, No. 22, RT. 019, RW. 001, Kelurahan Kebun Bawang, Kecamatan Tanjung Priok. 


Dalam Perpres 54 tahun 2010 serta beberapa perubahannya menegaskan bahwa E-Katalog Lokal adalah upaya pemerintah untuk onboarding UMKM ke digital. Jadi setiap pemerintah daerah memiliki tanggung jawab agar UMKM yang berada di wilayah dapat ikut berperan aktif dalam pembangunan. Dan batasan tertinggi nilai paket pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh perusahaan menengah, kecil, mikro dan Koperasi maksimal sebesar Rp. 2,5 Miliar.


Menurut beberapa kabar yang masuk ke redaksi bahwa kegiatan ini sarat dengan kolusi karena merupakan “titipan” mantan Wali Kota, sehingga dipaksakan untuk terserap di akhir tahun anggaran 2023, dan supaya prosesnya cepat dan tidak ada yang bisa “menyodok” bila dilakukan lelang terbuka, maka panitia menjadikannya sebagai kegiatan E-Purchasing, dan dengan beraninya dimasukkan dalam E-katalog Lokal Kota Bekasi.


Kebijakan Pemerintah Pusat melalui LKPP, kini menyediakan fasilitas E-Katalog Lokal. Dimana dalam fasilitas ini, tiap pemerintah daerah dapat lebih mudah memberikan percepatan pemerataan ekonomi di daerahnya masing-masing. Untuk itu, dalam proses verifikasi perusahaan yang akan masuk dalam E-katalog lokal tidak perlu melalui LKPP pusat, namun dapat hanya diverifikasi oleh Bagian PBJ (Pengadaan Barang dan Jasa) di masing-masing pemerintah daerah. Hal ini memudahkan pelaku usaha menengah, kecil, mikro dan Koperasi untuk dapat memajang produknya dalam e-katalog dan pemerintah daerah mengalokasi sekitar 40 persen anggaran pengadaan kepada para pelaku usaha menengah, kecil, mikro dan koperasi, sehingga APBD menjadi lebih tepat sasaran dan berkeadilan.


Namun, kenyataannya, E-katalog Lokal Kota Bekasi, lebih didominasi oleh perusahaan-perusahaan dari Luar Kota Bekasi, dan paling banyak berdomisili di DKI Jakarta. Ini jelas-jelas bertentangan dengan maksud dan tujuan diberikannya fasilitas E-Katalog Lokal oleh LKPP kepada pemerintah daerah. Karena akhirnya, fasilitas ini menjadi ladang kolusi, korupsi dan nepotisme yang melibatkan pengusaha luar kota, panitia pengadaan, dan PPK. Ironisnya, APIP sebagai pihak yang diharapkan menjadi pengawas dalam pengadaan yang berada di daerah, terpaksa (dipaksa—red) BUNGKAM.


Redaksi pada tanggal 28 Maret 2024, telah mengirimkan surat ke DBMSDA terkait kegiatan diatas, dan ditembuskan ke Pj. Wali Kota, Sekretaris Daerah, dan juga ke Inspektur. Tapi, setelah lebih dari sebulan, barulah surat jawaban dari DBMSDA datang. Itupun, dari 10 poin yang dipertanyakan, pihak DBMSDA hanya menjawab 3 pertanyaan. Sebuah sikap yang sangat menyepelekan arti UU Nomor 14 Tahun 2008, UU Nomor 25 tahun 2009. Lebih mirisnya lagi, baik Pj. Wali Kota, Sekda dan Inspektur Kota Bekasi memilih diam membisu.


Ketika APIP sebagai whistleblower pengadaan barang/jasa pemerintah saja bungkam, hal baik apalagi yang bisa diharapkan oleh Publik kepada pemerintah daerah kota Bekasi. Semua tidak berani berbuat dan lebih memilih diam. Seakan kebenaran dan kejujuran menjadi momok yang mengerikan bagi mereka.


Wajarlah, bila kasus Korupsi di sektor pengadaan barang/jasa pemerintah di Kota Bekasi silih berganti bermunculan setiap tahunnya. Dan slogan bahwa Jujur itu Hebat, tidaklah sesuatu hal yang menarik. Karena pengawas internal pun tidak mampu berbuat banyak.


J. Heriyanto, salah satu pemerhati kebijakan publik kepada IP, Jumat (14/5), saat berbincang terkait pengadaan barang/jasa pemerintah, mengatakan bahwa semua permasalahan itu kembali ke APIP. “Walaupun kita melaporkan indikasi korupsi di salah satu dinas ke APH, semisal Kepolisian atau Kejaksaan, tetap saja nanti dikembalikan ke Inspektorat (APIP). Jadi lemahnya kinerja APIP selama ini menjadikan kota Bekasi selalu riuh kasus korupsi setiap tahunnya. Dan kami sebagai pihak eksternal tidak dapat lagi berharap banyak dengan APIP,” jelasnya. 


(GP-IP2)

Komentar

Tampilkan

  • Di Banyak Kegiatan E-Purchasing APIP Kota Bekasi Terpaksa (Dipaksa) BUNGKAM
  • 0